Takut dan duka cita adalah dua hal yang menjadi penghalang besar dalam kemajuan hidup. Maka Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang telah berkata, "Tuhanku adalah Allah" kemudian istiqomah dalam pendirian itu, akan turunlah kepada mereka malaikat, supaya mereka jangan merasa takut dan jangan merasa duka cita. Dan beri kabar gembiralah mereka dengan surga yang telah dijanjikan buat mereka." (Fushshilat: 30).
Tak mungkin ada rasa takut pada orang yang istiqomah.
Kepada siapa takut?
Adakah yang Maha Kuasa di dalam alam ini selain Allah?
Adakah yang memberikan manfaat dan mudarat selain Allah?
Tidak ada!
Yang ditakuti adalah kemiskinan, dalam hidup yang hanya sementara. Kemiskinan bukanlah kehilangan harta benda. Kemiskinan ialah apabila kehilangan istiqomah dari dalam diri kita.
Yang paling ditakuti ialah maut. Padahal luput dari istiqomah itu adalah lebih sakit dan lebih berbahaya dari maut itu sendiri.
Dan apa yang menyebabkan hati ditimpa duka, gundah-gulana, bermuram durja?
Sebab merasa ada yang hilang. Yang dicari tak dapat, yang tak dicari itu yang dapat.
Sebab datangnya kedukaan adalah karena "salah pasang".
Meletakkan nilai kepada barang yang tidak bernilai, melupakan nilai dari yang sebenarnya bernilai.
Cobalah pasang dan susun jiwa kembali. Kembali ke dalam istiqomah, niscaya terbukalah kembali hijab. Niscaya hilanglah bayang-bayang dari sesuatu yang tidak ada hakikatnya itu.
Yang menimbulkan takut dan duka adalah kesepian jiwa, jiwa yang tidak mendapat teman karib. Maka siapakah teman karib yang lebih daripada Tuhan? Siapakah teman karib yang lebih daripada malaikat? Duduk sendiri pun kita ramai juga. Inilah istiqomah yang positif. Peliharalah bakal pertama itu dan istiqomahlah dengan dia.
"Qul! Amantu billahi tsummastaqim!" "Katakanlah! Aku percaya kepada Allah, kemudian pegang teguhlah pendirian itu!"
Dikutip dari "Pandangan Hidup Muslim", Hamka, dengan perubahan.
Komentar
Posting Komentar